Minggu, 24 Maret 2013

Tugas AMDAL - Analisa Yuridis


Analisa Hukum

Program transmigrasi di Indonesia yang telah berlangsung selama 61 tahun, diawali dari pemerintah Belanda yang memindahkan 155 keluarga dari Jawa untuk ditempatkan di Lampung. Tujuannya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah bagi perkebunan milik penjajah pada saat itu, hal ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang telah terbukti memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Berbagai konsep yang dilakukan dalam penyelenggaraan transmigrasi nasional dengan paradigma baru, secara nyata diwujudkan melalui pembangunan dan pengembangan Kota Terpadu Mandiri yang disingkat KTM. Secara singkat dijelaskan KTM yaitu pembangunan kawasan transmigrasi yang sejak awal dirancang menjadi pusat pertumbuhan baru yang mempunyai fungsi perkotaan, melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Konsep pembangunan KTM ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa kebutuhan dan orientasi kehidupan masyarakat kita telah berkembang, yang menuntut adanya sarana dan prasarana perekonomian yang memadai. Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian, menetapkan bahwa pembangunan ketransmigrasian lebih ditekankan melalui pendekatan kawasan dan pusat kawasan diarahkan untuk pembentukan kota-kota kecil baru. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2010 – 2014 direncanakan dibangun 12 kawasan transmigrasi sebagai embrio Kawasan Perkotaan Baru di daerah perbatasan. Ke 12 kawasan tersebut yaitu : KTM Gerbang Mas Perkasa, Kab Sambas, Kalimantan 2. Subah kab. Sambas kalbar. 3. Seimanggaris, kalimantan Timur 4. Sebatik kab. Nunukan Kaltim. 5.Senggi kab. Keerom papua, 6. Salor, Merauke, Papua 7. Muting kab. Merauke. Papua. 8. Rupat kab. Bengkalis Riau,9. P. Morotai kab. Pulau Morotai Maluku Utara. 10. Batutua Nusamanuk kab. Rote Ndao NTT. 11. Tanglapui kab. Alor Nusa Tenggara Timur 12. KTM Ponu Kab. Timur Tengah Utara, NTT.[1] Berdasarkan hal tersebut,  Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transimgrasi Kabupaten Nunukan telah melakukan pekerjaan penyusunan masterplan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di desa Seimenggaris sebagai langkah awal dari penyelenggaraan transmigrasi berbasis kota yang didukung oleh potensi dan karektiristik daerah.
Pembangunan Kota Terpadu Mandiri selain memberikan dampak positif juga dapat mengakibatkan dampak negatif, yaitu dapat mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan apabila pengelolaannya tidak benar. Desa Seimenggaris, Kecamatan Seimenggaris Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur yang mempersiapkan lahan pembangunan KTM seluas 214 Ha dengan anggaran dana miliaran rupiah harus secara bijak melihat kondisi masyarakat yang harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Dalam rangka pembangunan yang diharapkan tentunya telah memiliki rencana kegiatan dan/atau usaha yang dituntut berwawasan lingkungan. Sebagaimana tercantum pada UU PPLH Pasal 22 ayat (1), bahwa Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Adapun mengenai dampak penting yang dimaksud termuat dalam ayat (2) yaitu, Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampa berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[2] Dari undang-undang tersebut sudah jelas bahwasanya AMDAL diwajibkan untuk dimiliki pada setiap rencana usaha dan/atau kegiatan demi tercapainya lingkungan yang baik dan sehat. Dokumen Amdal sendiri  terdiri dari : Ka. Andal :Ruang Lingkup Studi Analisi Dampak Lingkungan hidup yang merupakan hasil penglingkupan yang disepakati oleh Pemrakarsa / Penyusun Amdal dan Komisi Penilai Amdal; ANDAL :Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan; RPL / Rencana Pengelolaan Lingkungan : Upaya Pemantauan Komponen Lingkungan Hidup yang Terkerna Dampak Penting Akibat dari Rencana Usaha dan/atau kegiatan; RKL / Rencana Pemantauan Lingkungan : Upaya Pemantauan Komponen Lingkungan Hidup yang terkena dampak Penting Terhadap akibat daer rencana usaha dan/atau kegiatan; Ringkasan Eksekutif.[3]
Berbagai aspek yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam pembangunan secara berkelanjutan di desa Seimenggaris untuk menjadi pusat kota mandiri terpadu. Dengan cakupan lahan sebesar 214 Ha yang akan dijadikan sebagai pusat terpadu mandiri, perlu dibutuhkan kajian  secara signifikan. Hal ini didasari atas perubahan fungsi lahan dari ekosistem lingkungan yang terjaga dengan baik sehingga dapat menjadi penyeimbang lingkungan pada masa kini saat isu global warming (Pemanasan Global) beredar secara luas di belahan dunia di rubah menjadi kawasan pusat kota terpadu mandiri. Pengalihfungsian lahan secara mendasar tersebut dapat pula memerhatikan keadaan masyarakat sekitar dan tumbuhan hidup yang lain, karenanya ekosistem lingkungan menjadi tidak terpisahkan di dunia ini. Seperti yang telah dijelaskan diatas, segala kegiatan/usaha harus memiliki amdal. Untuk itu sebagai pemenuhan syarat mutlak tersebut diatur juga dari segi penataan ruang agar alih fungsi lahan dapat berjalan secara maksimal, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 4, Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.[4] Adapun maksud dari pasal 4 adalah pengklasifikasikan terhadap setiap kawasan agar pembangunan tetap berada pada jalur berwawasan lingkungan. Ditambahkan dalam UU tentang Penataan Ruang Pasal 5 ayat (2), Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.[5] Peranan pemerintah daerah dapat berjalan melalui sisi penataan ruang, ketika terjadi pembangunan tidak secara teratur telah berdiri maka proses peralihan fungsi hampir dipastikan tidak akan mendapatkan titik temu, hal ini didasari atas kasus-kasus serupa seperti jalur hijau di Kota Samarinda di jadikan PKL sebagai area perdagangan kemudian pada saat ditertibkan berbagai permasalahan muncul mulai dari sisi moriil hingga materill. Belajar dari contoh kasus kongkrit tersebut, seyogyanya pemerintah dapat lebih optimal memberdayakan lahan yang akan dijadikan sebagai pusat kota mandiri  berada pada koridor sesungguhnya tanpa mengutamakan kepentingan sesaat.
Ironinya didalam perencanaan pusat kota mandiri Seimenggaris terdapat kawasan Industri Kelapa Sawit. Kita ketahui bersama, bahwa kelapa sawit merupakan  tumbuhan yang dalam pertumbuhan memerlukan air sebanyak-banyaknya. Bila demikian perlu perhatian secara khusus terhadap kondisi alam yang diakibatkan seperti kehidupan tumbuhan yang lain dan pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia. Konstitusi sebagai aturan tertinggi di Indonesia secara gamblang menjelaskan pada Pasal 33 (3), Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan diperuntuhkan untuk kemakmuran kepada rakyat. Selain itu, Undang-undang tentang penataan ruang Pasal 7 menyebutkan bahwa kemakmuran rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yaitu pada ayat (1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.[6] Untuk itu Pemerintah daerah dapat memerhatikan konstitusi dan undang-undang dibawahnya sebagai landasan pembaharuan yang baik terhadap lahan seperti lahan di desa Seimenggaris agar esensi yang terkandung didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat terwujud. Ditambahkan dalam KA-ANDAL yang diterbitkan tahun 2010 berdasarkan SK Bupati Nunukan Nomor 839 Tahun 2009 Luas : 214 terdapat perencanaan kawasan pertambangan, kawasan industri dan menjadi sebagai pusat pemerintahan. Hemat penulis kawasan pertambangan agar dilakukan kajian ulang sebelum terbitnya izin karena telah dijelaskan diatas terdapat proses tahapan mendapatkan izin dari pembuatan AMDAL. Pusat kawasan kota dari para transmigran yang menjadi harapan khususnya di Kabupaten Nunukan, apabila pembangunan tetap berjalan maka harapan pasti terhadap eksistensi pusat kota hampir dipastikan tidak akan tercapai. Hal ini dilandasi atas perencenaan terhadap dibukannya lahan pertambangan batu bara dan industri kelapa sawit, sehingga Perubahan-perubahan mendasar dari eksploitasi dan eksplorasi pertambangan akan menjadi kendala utama yang terletak pada proses pembuangan limbah dan hal non teknis. Disisi lain, syarat mutlak terhadap area pertambangan harus berada pada sterilisasi dari aktifitas masyarakat, pada Struktur tanah juga tidak akan menjadi sedia kalanya sedangkan kewajiban pelaku usaha pertambangan dengan mengharuskan reklamasi setiap aktifitas pertambangannya hanya menjadi angan-angan belaka. Dengan demikian, esensi dari program Kota Terpadu Mandiri di setiap daerah yang telah diprogramkan pemerintah pusat salah satunya desa Seimenggaris agar terealisasi, perencanaan-perencanaan berdirinya kawasan pertambangan dan industri kelapa sawit dapat di lakukan kajian ulang. Tentunya AMDAL yang dibutuhkan sebagai syarat mutlak di bentuknya kota terpadu mandiri diharapkan dapat melalui orang-orang yang berkompeten dalam hal ini para penilai di komisi-komisi AMDAL. Sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup  Bab II Persyaratan Kompetensi Dalam Penyusunan Dokumen AMDAL Pasal 2 (1) Dokumen Amdal yang diajukan kepada Komisi Penilai Amdal wajib disusun oleh pemrakarsa. (2) Dalam penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal yang telah mendapatkan tanda registrasi kompetensi. (3) Penyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki sertifikat kompetensi. (4) Dalam penyusunan dokumen Amdal, penyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menggunakan data dan/atau informasi yang sahih dan sesuai dengan kaidah ilmiah. (5) Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak pengajuan dokumen Amdal yang penyusunannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). [7] Dalam UU PPLH disebutkan kepada setiap kegiatan usaha haruslah memiliki izin lingkungan, sehingga apabila tidak terpenuhi izin sebagaimana pada ketentuan pidana Pasal 109, bahwa, Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[8] Terkait masalah izin tersebut, para penyusun amdal juga harus memiliki setrifikat amdal yang didahului kursus amdal, dalam undang-undang ini disebutkan penerbit izin tersebut akan di jatuhi sanksi pidana sebagaimana pada Pasal 110 bahwa, Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[9]















ANALISA SOSIAL
Pusat Kota Terpadu Mandiri dewasa ini telah menjadi isu Nasional, dimana perkembangan sebuah kawasan yang dahulunya tidak tersentuh kemudian dengan adanya program transmigrasi sebagaimana yang telah di canangkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi pusat kawasan daerah tersebut. Target KTM senantiasa berada pada wilayah-wilayah perbatasan, karena letak tersebut merupakan pusat pertumbuhan transmigran. Tidak terelakan lagi perubahan-perubahan akan terjadi seperti dari sisi spritual, emosional maupun sosial yang akan terbangun dengan sendirinya. Perkembangan secara siginifikan tersebut, seyogyanya pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dapat menjadi penyeimbang apabila terjadi ketimpangan pada progres perubahan, fungsinya ketika terjadi rekaya-rekayasa sosial dapat ditangani dengan baik. Karenanya esensi dari perkembangan perencanaan kota terpadu mandiri disetiap daerah termasuk Desa Seimenggaris dengan keberagaman agama, suku, ras dan budaya dapat diminimaliz dari adanya konflik-konflik sosial.  Dalam matarantai ini diperlukan stimulator untuk memacu perkembangan kawasan. Berdasarkan pada prinsip-prinsip pendekatan yang bersifat manusiawi dan berkelanjutan, maka tujuan pengembangan kawasan perencanaan adalah sebagai berikut :
a)  Untuk menopang keterbatasan dana pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, maka keterlibatan peran swasta sangatlah diperlukan sehingga efisiensi dan optimalisasi pembangunan sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Peran swasta perlu dilibatkan secara aktif untuk mendukung pengembangan kawasan perencanaan dalam penyediaan dana pembangunan.
b)  Melakukan Efisiensi dengan mengoptimalkan pembangunan sosial ekonomi dan fisik diseluruh kawasan KTM Tampo Lore dengan mengembangkan kegiatan yang sesuai dengan azas manfaat dan berwawasan lingkungan.
c)   Merekomendasikan pengembangan ekonomi secara merata yang dapat memberi manfaat besar pada masyarakat luas secara merata. Upaya ini dilakukan dengan jalan memberikan peluang berusaha dan berpartisipasi pada semua lapisan masyarakat untuk berusaha didalam kawasan perencanaan, termasuk di dalamnya upaya penciptaan kondisi lingkungan hidup serta penyediaan fasilitas/utilitas kota yang memadai.
d)  Kelayakan, koordinasi dalam pelaksanaan (implementasi) perencanaan pembangunan secara konsisten dan konsekuen, terutama berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan, harus mepertimbangkan pula faktor-faktor kontekstual sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, kelompok kepentingan dan sistem nilai yang dianut.
Kehadiran kota terpadu mandiri di desa Seimenggaris diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap masyarakat sekitar. Letaknya yang tidak optimal untuk masyarakat menuju Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Kota Samarinda yang saat ini menjadi pusat perbelanjaan, sehingga dengan diberikannya izin dan terbentuknya Kota Terpadu Mandiri dapat memberikan angin segar bagi warga sekitar. Pertumbuhan-pertumbuhan perekonomian secara signifikan menjadi harapan utama sebagai penunjang kehidupan dengan letak desa Seimenggaris jauh dari pusat Kota Kalimantan Timur. Namun dalam perkembangan sosial harus disinergikan dengan aturan yang berlaku, artinya izin penetapan desa Seimenggaris sebagai pusat KTM harus berwawasan lingkungan yang baik. Harapan mendapatkan pertumbuhan ekonomi secara pesat dapat terealisasi karena didukung atas kondisi lingkungan yang baik dan sehat. Dapat dikatakan bahwa lingkungan bukan segala-galanya, namun dengan lingkungan yang baik akan mendapatkan segala-galanya, contoh kongkrit apabila perencanaan pembangunan kawasan pertambangan batu bara dan industri kelapa sawit baik untuk perekonomian namun tidak baik terhadap kondisi lingkungan, sehingga ketahanan kota tidak akan bertahan lama dan hanya keuntungan sesaat yang didapat. Kendala utama terletak pada rendahnya kualitas lingkungan serta berdampak pada ekosistem lain seperti fauna yang hidup serta tidak luput berdampak negatif terhadap kondisi kesehatan manusia.  Untuk itu sudah seyogyanya aspek sosial yang diharapkan tetap memerhatikan aturan yang berlaku seperti hal-hal lain yang menjadi penunjang dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan warga. Selain itu, apabila didasari atas dipatuhinya aturan yang berlaku, perkembangan dapat berjalan secara bertahap hingga terbangun secara utuh. Keutuhan bangunan disertai perencanaan yang baik menjadi tidak terpisahkan, sehingga apabila dapat terwujud hal lain yang didapat adalah informasi. Karenanya di era globalisasi ini, informasi menjadi kebutuhan utama setiap manusia. Dari informasi, penataan kota yang telah berdiri akan menjadi kokoh apabila mendapat cara-cara baru sebagai penunjang dari pembenahan bangunan. Selain itu penerapan aktifitas masyarakat secara nasional dapat direalisasikan, dengan mudahnya mendapatkan informasi dari aspek sosial pembangunan kota terpadu mandiri. Dengan demikian pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Nunukan terhadap Desa Seimenggaris yang akan dijadikan sebagai kawasan Pembangunan Pusat Kota Terpadu Mandiri dalam pembangunan tetap memerhatikan aspek hukum serta aspek sosial yang terkandung. Sehingga dalam pemberian izin yang akan dinilai oleh penilai komisi AMDAl dapat secara bijak dan secepatnya memberikan izin atas pembangunan kawasan Pusat Kota Terpadu Mandiri di Desa Seimenggaris Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur dengan Luas 214 Ha, tentunya tetap memerhatikan kondisi lingkungan yang baik dan sehat.    




























DAFTAR PUSTAKA

A.  Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha/Kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

B.  Artikel Jurnal Ilmiah, Artikel Koran, Artikel Internet, dan Makalah Seminar

Artikel berjudul “ Kemenakertrans Bangun 12 Kota Transmigrasi di Wilayah Perbatasan” http://ktm.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=769, diakses pada tanggal 26 Desember 2012



Artikel berjudul “KTM Strategis Dukung Delta Kayan Food Estate“ http://kaltim.antaranews.com/berita/4054/ktm-stategis-dukung-delta-kayan-food-estate, diakses pada tanggal 26 Desember 2012

Artikel berjudul “Kota Terpadu Mandiri Percepat Pertumbuhan” http://bataviase.co.id/node/106572,,tanggal 26-12-2012, diakses pada tanggal 26 Desember 2012

Dokumen hukum berjudul “Rencana Pembangunan Masyarakat” http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197311012008011-SUHANDY_SISWOYO/BAB_VII._RENCANA_PENGEMBANGAN_MASYARAKAT.pdf, diakses pada tanggal 26 Desember 2012











[2] Pasal 22 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[3] BAB III Tata Laksana Peraturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
[4] Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
[5] Ibid., Pasal 5 ayat (2)
[6] Pasal 7, Loc.cit.
[7] Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 
[8] Pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[9] Ibid., Pasal 110

Rangkuman ADR - Tugas Lingkungan


ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION

ADR adalah singkatan dari Alternative Dispute Resolution, atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. ADR adalah suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang dipahami sebagai alternatif atau opsi lain bagi para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkaranya selain melalui jalur pengadilan. ADR umumnya diklasifikasikan menjadi setidaknya empat jenis: negosiasi, mediasi, hukum kolaboratif, dan arbitrase. (Kadang-kadang tipe kelima, konsiliasi, termasuk juga, tetapi untuk tujuan ini dapat dianggap sebagai bentuk mediasi. Lihat konsiliasi untuk informasi lebih lanjut.) ADR dapat digunakan bersama sistem-sistem hukum yang ada seperti Pengadilan Syariah Common Law dalam yurisdiksi seperti Inggris. Tradisi ADR agak berbeda menurut negara dan budaya. Terdapat perbedaan yang signifikan elemen umum yang membenarkan topik utama, dan masing-masing negara atau wilayah perbedaan harus didelegasikan kepada sub-halaman.
Alternatif penyelesaian sengketa (ADR) (juga dikenal sebagai Penyelesaian Sengketa Eksternal di beberapa negara, seperti Australia  mencakup penyelesaian sengketa proses dan teknik yang berada di luar pemerintah proses peradilan. Meskipun penolakan terhadap ADR bersejarah oleh banyak pihak dan para pendukung mereka, ADR telah mendapat penerimaan luas di antara kedua masyarakat umum dan profesi hukum dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, beberapa pengadilan sekarang membutuhkan beberapa pihak untuk menggunakan ADR dari beberapa jenis, biasanya mediasi, sebelum mengizinkan para pihak ‘kasus harus diadili. Meningkatnya popularitas ADR dapat dijelaskan dengan meningkatnya Kasus pengadilan tradisional, persepsi bahwa ADR membebankan biaya lebih sedikit daripada litigasi, preferensi untuk kerahasiaan, dan keinginan dari beberapa pihak untuk memiliki kontrol yang lebih besar pemilihan individu atau individu-individu yang akan memutuskan perselisihan mereka. Alternatif penyelesaian sengketa (ADR) cenderung berubah menjadi penyelesaian sengketa yang sesuai.
Dengan adanya ADR para pihak yang bersengketa dapat mengetahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa tidak harus atau tidak selalu ke pengadilan, ada alternatif lain yang juga layak untuk ditempuh yang dalam beberapa hal mempunyai keunggulan daripada pengadilan. Bahkan dalam proses persidangan perdata di Indonesia saat ini, daading (perdamaian dihadapan hakim) harus ditempuh melalui mekanisme Mediasi (court-annexed mediation).  
Keuntungan menyelesaikan ADR Sebagai suatu mekanisme yang bersifat alternatif, ADR berkembang karena adanya kebutuhan pencari keadilan yang tidak sepenuhnya didapatkan dari mekanisme pengadilan. Kebutuhan itu misalnya pencari keadilan membutuhkan:
a.   Proses pengambilan keputusan yang cepat;
b.   Keputusan yang final dan mengikat;
c.   Keputusan diambil oleh orang yang ahli di bidangnya;
d.   Kerahasiaan dalam proses penyelesaian; dan
e.   Mekanisme penyelesaian yang spesifik, unik, sesuai dengan spesifikasi dan keunikan dari sengketanya.
Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.
Sehubungan dngan itu, istilah ADR perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain : Pilihan Penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan, dan Mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif.
Untuk memperoleh gambaran umum tentang tentang apa yang disebut ADR, George Applebey, dalam tulisannya “An Overview of Alternative Dispute Resolution” berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model:
a.   Model-model baru dalam penyelesaian sengketa
b.   Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama
c.   Forum-forum baru bagi penylesian sengketa
d.   Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum.

Definisi di atas sangat luas dan terlalu akademis. Definisi lain yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk :
a.   Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa
b.   Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
c.   Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan
Dengan demikian ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti diluar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur ajudikasi non standar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR.
Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli.
Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan sebagai Alternative to litigation atau alternative to adjudication. Alternative to litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR. Sedangkan Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan gugatan kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan termasuk ADR. Di Amerika sendiri, ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, karena output dari proses adjudikasi umumnya berupa win-lose solution (menang-kalah), padahal yang dikehendaki pihak-pihak yang bersengketa adalah wini-win solution atau mutual acceptable solution. Adapun keberadaan ADR terutama ditujukan untuk tercapainya efisiensi yang lebih besar, terutama untuk mengurangi biaya dan keterlambatan serta menghasilkan penyelesaian sengketa yang memuaskan kedua belah pihak.
ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah dua jenis bersejarah. Pertama, metode untuk menyelesaikan sengketa di luar mekanisme peradilan resmi. Kedua, metode informal yang melekat pada atau liontin mekanisme peradilan resmi. Ada di samping berdiri bebas dan atau metode independen, seperti program mediasi dan ombuds kantor dalam organisasi. Metode-metode yang serupa, apakah atau tidak mereka liontin, dan umumnya menggunakan alat yang serupa atau keahlian, yang pada dasarnya adalah sub-set keterampilan negosiasi.
ADR mencakup informal tribunal, mediative informal proses, pengadilan formal dan proses mediative formal. Pengadilan formal klasik bentuk ADR adalah arbitrase (baik mengikat dan penasihat atau tidak mengikat) dan hakim swasta (baik duduk sendirian, di panel atau melalui pengadilan juri ringkasan). Mediative formal klasik rujukan untuk proses mediasi sebelum ditunjuk pengadilan mediator atau panel mediasi. Terstruktur transformatif mediasi seperti yang digunakan oleh US Postal Service adalah sebuah proses formal. Metode informal klasik termasuk proses-proses sosial, rujukan kepada otoritas non-formal (seperti anggota dihormati dagang atau kelompok sosial) dan syafaat. Perbedaan utama antara proses-proses formal dan informal adalah (a) independensi untuk prosedur pengadilan dan (b) pemilikan atau kurangnya struktur formal untuk penerapan prosedur. Sebagai contoh, negosiasi dengan bentuk yang unik hanyalah penggunaan alat-alat tanpa proses. Negosiasi dalam pengaturan arbitrase tenaga kerja adalah penggunaan alat-alat dalam yang sangat formal dan terkendali pengaturan.
Menyerukan kepada organisasi kantor ombudsman tidak pernah merupakan prosedur formal. (Memanggil atas organisasi ombudsman selalu sukarela; oleh International Ombudsman Association Standar praktik, tidak ada seorang pun dapat dipaksa untuk menggunakan kantor ombuds.) Informal arahan ke rekan kerja yang dikenal untuk membantu orang menemukan masalah adalah prosedur informal. Co-pekerja biasanya intervensi informal.
Mengkonseptualisasikan ADR dengan cara ini memudahkan untuk menghindari membingungkan alat dan metode (melakukan negosiasi sekali gugatan hukum diajukan berhenti menjadi ADR? Jika itu adalah alat, maka pertanyaannya adalah pertanyaan yang salah) (adalah mediasi ADR kecuali perintah pengadilan itu? Jika anda melihat perintah pengadilan dan hal-hal yang serupa sebagai formalisme, maka jawabannya jelas: pengadilan dianeksasi mediasi formal hanyalah proses ADR). Garis pemisah dalam proses ADR sering penyedia didorong daripada konsumen didorong. Berpendidikan konsumen akan sering memilih untuk menggunakan banyak pilihan yang berbeda tergantung pada kebutuhan dan keadaan yang mereka hadapi.
Akhirnya, penting untuk menyadari bahwa penyelesaian konflik adalah salah satu tujuan utama dari semua proses ADR Jika suatu proses yang mengarah pada resolusi, itu adalah proses penyelesaian sengketa.
Fitur yang menonjol dari masing-masing jenis adalah sebagai berikut:
1.   Dalam negosiasi, partisipasi adalah secara sukarela dan tidak ada pihak ketiga yang memfasilitasi proses penyelesaian atau memaksakan sebuah resolusi. (NB – pihak ketiga seperti pendeta atau organisasi ombudsman atau pekerja sosial atau teman yang terampil dapat melatih salah satu atau kedua pihak di belakang kejadian, sebuah proses yang disebut “Membantu Orang Bantuan Sendiri” – lihat Helping People Bantuan Sendiri, dalam Negosiasi Journal Juli 1990, hlm. 239-248, yang termasuk bagian membantu seseorang menyusun surat kepada seseorang yang dianggap bersalah mereka.)
2.   Dalam mediasi, ada pihak ketiga, seorang mediator, yang memfasilitasi proses penyelesaian (dan mungkin bahkan mengusulkan sebuah resolusi, biasanya dikenal sebagai “mediator proposal”), tetapi tidak memaksakan suatu resolusi pada pihak. Di beberapa negara (misalnya, Inggris Raya), ADR adalah identik dengan apa yang umumnya disebut sebagai mediasi di negara lain.
3.   Dalam hukum kolaboratif atau kolaborasi perceraian, masing-masing pihak memiliki seorang pengacara yang memfasilitasi proses penyelesaian dalam istilah yang dikontrak secara khusus. Para pihak mencapai kesepakatan dengan dukungan dari pengacara (yang terlatih dalam proses) dan saling-pakar setuju. Tidak seorang pun memaksakan resolusi pada pihak. Namun, proses adalah sebuah proses formal yang merupakan bagian dari litigasi dan sistem pengadilan. Alih-alih menjadi Resolusi Alternatif metodologi ini adalah varian litigasi yang terjadi mengandalkan ADR seperti sikap dan proses.
4.   Dalam arbitrase, partisipasi biasanya sukarela, dan ada pihak ketiga yang, sebagai hakim swasta, memaksakan sebuah resolusi. Arbitrase sering terjadi karena kontrak pihak setuju bahwa setiap perselisihan mengenai masa depan perjanjian ini akan diselesaikan oleh arbitrase Dalam beberapa tahun terakhir, yang enforeeability klausul arbitrase, terutama dalam konteks perjanjian konsumen (misalnya, kartu kredit perjanjian), telah menarik cermat dari pengadilan. Meskipun pihak dapat mengajukan banding ke pengadilan arbitrase hasil, seperti menghadapi banding menuntut peninjauan standar.
Luar tipe dasar resolusi sengketa alternatif lain ada berbagai bentuk ADR:
1.   Kasus evaluasi: mengikat non-proses di mana pihak-pihak menyajikan fakta-fakta dan isu-isu untuk kasus netral penilai yang memberikan nasihat kepada pihak-pihak pada kekuatan dan kelemahan dari masing-masing posisi, dan menilai bagaimana sengketa kemungkinan akan diputuskan oleh juri atau Juri lainnya.
2.   Kasus ini disebut pakar yang diminta untuk memberikan yang seimbang dan netral evaluasi sengketa.Evaluasi ahli dapat membantu pihak-pihak dalam menilai kasus mereka dan dapat mempengaruhi mereka ke arah suatu penyelesaian.
3.   Kelompok keluarga konferensi: sebuah pertemuan antara anggota keluarga dan anggota kelompok yang terkait diperpanjang mereka. Pada pertemuan ini (atau sering serangkaian pertemuan) menjadi keluarga yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dan keterampilan untuk membuat rencana untuk menghentikan pelecehan atau perlakuan buruk lainnya antara para anggotanya.
4.   Fakta netral: sebuah proses di mana pihak ketiga yang netral, yang dipilih baik oleh pihak yang bersengketa atau oleh pengadilan, menyelidiki suatu isu dan laporan atau memberi kesaksian di pengadilan. Netral proses pencarian fakta ini berguna untuk menyelesaikan kompleks ilmiah dan faktual sengketa.










BPS (Badan Penyelesaian Semgketa)
BPS adalah lembaga non structural yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota yang mempunyai fungsi “menyelesaikan sengketa diluar pengadilan”. Keanggotaan BPS terdiri dari unsure pemerintah.(konsumen),dan unsure pelaku usaha. BPS diharapkan dapat mempermudah,mempercepat dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar. Selain itu dapat pula menjadi akses untuk mendapatkan informasi serta jaminan perlindungan hukum yang sama bagi konsuman dan pelaku usaha. Dalam penanganan dan penyelesaian sengketa,, BPS berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti barang, hasil uji laboratorium, dan bukti-bukti lain, baik yang diajukan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. Prinsip penyelesaian sengketa di BPS adalah cepat, murah dan  sederhana.
Jenis dan Fitur
Selain pengertian diatas terdapat pula jenis dan fitur ADR atau BPS. ADR umumnya dibedakan paling tidak menjadi empat jenis: negosiasi, mediasi, konsultasi, konsiliasi, penilaian ahli, penyelesaian masalah melalui pola tradisional lokal dan arbitrase,antara lain :
1.  Negosiasi
Negosiasi (berunding) berasal dari bahasa inggris “Negotiation” yang berati perundingan. Namun secara umum negosiasi dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan cara berhadapan langsung mendiskusikan secara transparan, harmonis suatu masalah atau sengketa untuk mencapai kesepakatan bersama.
2.  Mediasi
Mediasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Mediation” artinya “menengahi”, “penengah”. Jadi, Penengah (Mediator) adalah orang yang memediasi suatu kegiatan. Dalam kontek penyelesaian sengketa, Pola mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara menengahi para pihak yang bersengketa. Fungsi Mediator adalah sebagai Wasit, yang memutuskan sengketa adalah para pihak yang berperkara. Karena itu Mediator harus benar-benar orang yang bersikap “Netral” dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa. Mediator dapat dipilih dari tokoh masyarakat, tokoh pendidik, tokoh permepuan, tokoh agama, dll yang mengetahui, memahami dan mengerti pokok masalah yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Mediator yang dipilih bisa bersifat tetap atau ad hoc.
3.  Konsultasi
Konsultasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara meminta masukan dari pihak yang diyakini sebagai Narasumber berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya, Narasumber yang dimintai konsultasi oleh para pihak adalah Narasumber yang levelnya lebih tinggi dan memiliki kompetensi yang jelas.
4.  Konsiliasi
Konsiliasi dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dalam rangka penyelesaian sengketa. Konsiliasi dapat diserahkan kepada sebuah Tim (Konsiliator) yang berfungsi menjelaskan fakta-fakta, membuat usulan-usulan penyelesaian, tetapi sifatnya tidak mengikat. Konsiliator dapat dibentuk bersifat tetap dan ad hoc.
5.  Penilaian Ahli
Penilaian Ahli adalah suatu upaya mempertemukan pihak yang berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang ahli di bidang terkait dengan pokok sengketa untuk mencapai persetujuan. Penilaian ahli berupa keterangan tertulis yang merupakan hasil telaahan ilmiah berdasarkan keahlian yang dimiliki untuk membuat terang pokok sengketa yang sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh dari seseorang atau Tim ahli yang dipilih secara ad hoc.
6.  Pola Tradisi Lokal
Penyelesaian masalah dengan pola tradisi lokal yang hidup dan berlaku di masyarakat adat dapat dipandang cukup efektif dan efisien. Paling tidak dari sisi waktu dan biaya penyelesaian sengketa tidak memerlukan waktu dan biaya yang cukup lama. Pola penyelesaian dengan pendekatan ini tidak sama dengan pola penyelesaian masalah ketika hukum adat masih berlaku. Agar hasil keputusannya mempunyai kekuatan hukum, maka para pihak wajib mendaftarkan ke Pengadilan Negeri untuk ditetapkan dengan penetapan Pengadilan.
7.  Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Dalam hal ini ditunjuk satu atau beberapa orang yang diberi kewenangan untuk memutuskan suatu perkara. Hampir sama dengan mediasi dimana penyelesaian perkara melibatkan pihak ketiga. Namun bila dalam mediasi mediator tidak berhak memutus perkara sedang arbitrator memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu perkara.

Mengenal  BPSK
BPSK adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota yang mempunyai fungsi ”menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan”. Keanggotaan BPSK terdiri dari unsur Pemerintah, konsumen dan unsur pelaku usaha.
1.   BPSK diharapkan dapat mempermudah, mempercepat dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar. Selain itu dapat pula menjadi akses untuk mendapatkan informasi serta jaminan perlindungan hukum yang sama bagi konsumen dan pelaku usaha.
2.   Dalam penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, BPSK berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti barang, hasil uji laboratorium, dan bukti-bukti lain, baik yang diajukan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. Prinsippenyelesaian sengketa di BPSK adalah cepat, murah dan sederhana.